'/></svg>)
Di sebuah pesantren di Kp Kaliputih di Kabupaten Bogor, ada sosok wanita muda yang hidupnya dipersembahkan untuk Al Quran. Namanya Ustadzah Via Nur Afipah. Seorang ustadzah yang tumbuh dari keluarga sederhana pecinta Al Quran di Garut. Nampaknya, ketertarikannya dalam mengajarkan Al Quran buah dari teladan ibunya sudah terbiasa membuka rumah untuk mengajarkan anak-anak mengaji. Dari situlah benih kecintaan terhadap Al Quran tumbuh dalam diri Via.
Lahir sebagai anak dari lima bersaudara, Via berhasil menyelesaikan pendidikan S1 Akuntansi Syariah pada tahun 2022. Namun, jauh sebelum menyandang gelar sarjana, Via telah memilih jalan pengabdian—mengajar Al Quran sejak 2018, tepat setelah lulus SMA.
Bagi Via, doa yang selalu ia panjatkan sederhana namun penuh makna, yakni agar Allah senantiasa jaga dirinya dengan terus bisa berada di lingkuangan para penghafal Al Quran.
Hari-hari Via bukanlah hari-hari biasa. Sebelum subuh menjelang, ia sudah membangunkan para santri untuk tahajud dan shalat berjamaah. Sehari penuh ia isi dengan halaqah Quran, pembelajaran dirosah islamiyah, hingga mendampingi pelajaran sekolah formal. Malam pun ditutup dengan halaqah sebelum akhirnya ia kembali beristirahat.
Menjadi musyrifah di Pesantren Khairukum, bagi Via bukan sekadar pekerjaan. Baginya, ini adalah jalan pengabdian, ladang pahala, dan cara membina generasi Qurani yang kelak akan menjadi cahaya bagi bangsa di masa depan. Kesabaran adalah makanannya sehari-hari. Mendampingi santri dengan berbagai karakter, memotivasi yang sedang putus asa, bahkan kerap merogoh kocek sendiri untuk memberi hadiah kecil pada santri sekedar untuk menggurat senyum di wajah santrinya.
Dan di balik semua itu, tersimpan rasa bangga yang luar biasa saat melihat salah satu santrinya berhasil menyelesaikan hafalan 30 juz Al Quran.
Banyak momen berkesan yang membuat Via merasa semakin teguh di jalannya. Saat menyaksikan khataman 30 juz para santri. Mendengar lantunan ayat terakhir yang dibaca dengan penuh haru. Hingga percakapan sederhana dengan santri yang tengah berjuang melawan rasa lelah dan demotivasi.
Bahkan, bagi Via, para santri adalah sumber inspirasinya. Terutama mereka yang sudah ditinggalkan orang tua, namun tetap menjaga semangat menghafal Al Quran.
Perjalanan Via bukan tanpa tantangan. Sebelum ada program BeaGuru dari Ruang Baik, kondisi finansialnya hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan pribadi. Mengajar tetap ia jalani dengan sepenuh hati, meski sering kali harus menahan banyak keinginan. Kini, setelah menjadi penerima Program BeaGuru, hidup Via lebih layak.
Ia bisa membantu biaya pendidikan adik-adiknya, memberikan hadiah kecil untuk orang tua, dan yang paling penting: ia bisa lebih fokus mengajar tanpa dihantui kegelisahan finansial.
“Honorarium yang saya terima membuat saya merasa dihargai. Saya bisa lebih maksimal mendampingi santri, lebih bersemangat, dan lebih tenang dalam mengajar,” ungkap Via penuh syukur.
Selain dukungan finansial, program BeaGuru juga membekali Via dengan pelatihan dan pengembangan kapasitas. Hal ini membuatnya terus bertumbuh, baik sebagai guru maupun pribadi yang menginspirasi.
Di akhir kesempatan wawancara, Via menitipkan doa:
"Terima kasih kepada para donatur dan muzakki Zakat Baik yang telah peduli dengan kesejahteraan guru Al Quran. Semoga Allah membalas setiap kebaikan dengan pahala jariyah yang tidak pernah terputus, sebagaimana pahala orang yang terus mengalirkan cahaya Al Quran di hati generasi."
Mari terus peduli dan mendukung kesejahteraan guru Al Quran seperti Ustadzah Via.
Setiap kepedulian kita bukan hanya mengapresiasi pengorbanan para guru di Indonesia, tetapi juga untuk menjamin proses belajar mengajar dan pendidikan di seluruh penjuru negeri, dapat terus berjalan tanpa harus ada lagi guru yang kisah perjuangannya sangat menyedihkan di tengah perjuangan dan pengorbanannya untuk masa depan anak-anak negeri.
